Diduga Kasus Penelantaran Istri di Kampung Lelapide Tahun 2020 di Bandrol Rp 60 Juta Rupiah.

News179 views

BRNews  |  Tahuna  –  Kasus di Kampung Lelapide Kecamatan Tamako terkesan ada penyalahgunaan kewenangan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A ) saat itu dibawah kepemimpinan, Dra. Olga Makasidamo, sebagai PLT, Dinas.

Dalam kasus penelantaran istri dan sebagai pelaku dan terlapor atas nama M J yang ditangani langsung oleh Kabid Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak (RD).

Saat menangani kasus ini diduga terdapat permintaan sejumlah uang Rp 60 Juta kepada terduga pelaku (MJ).

Perbuatan ini diduga menyimpang dati Standart Operasional Prosedur ( SOP ) Dinas DP3A, dan Perundang undangan yang berlaku di Republik ini.

Dikonfirmasi oleh awak media BRNews Nasional kepada beberapa saksi, (EJ) yang juga merupakan orang tua kandung dari MJ.

Beliau menyampaikan rasa kekesalan dan rasa kecewa di akibatkan karena adanya permintaan sejumlah uang dan menurutnya sudah sangat berlebihan karena mereka merasa tidak sanggup dan tidak mampu untuk membayar atau memenuhi permintaan tersebut karena keadaan ekonomi mereka dalam keadaan susah.

“Kami orang yang susah (miskin), kami berharap mendapat bantuan dari Dinas DP3A untuk menyelesaikan dan memberikan solusi dari kasus ini karena yang sebenarnya kasus tersebut bukanlah penelantaran terhadap istri namun yang sebenarnya anak mantu saya yang telah meninggalkan suaminya dan keluar dari rumah,” ujarnya.

“Bahkan kami sangat mengharapkan anak kami saat mengajak pulang istrinya untuk ikut, dan seiring waktu kami pun berharap dan minta bantuan dari pemerintah kampung untuk dapat membantu memecahkan atau mencari solusi kasus ini tapi semua usaha yang kami lakukan hanya sia sia,” tuturnya.

“Jujur, paman dan orang tua MJ, sangat terkejut mendengar Kabid dari DP3A (RD) beberapa kali datang ke kampung kami dan meminta uang sebanyak Rp. 60 juta, Kabid (RD) sudah membuat draf dan telah menyusun kerugian yang di akibatkan kasus penelantaran ini,” tandasnya.

“Kami pun menduga bahwa tidak menutup kemungkinan praktek ini masih bisa terjadi dikasus yang lain oleh karena mengingat beberapa kasus sampai saat ini tidak jelas dalam penanganan dan penyelesaiannya,” pungkasnya.

(Empu/Red)

Komentar